Selasa, 06 Desember 2011

HIPMI Kampanye Wirausaha Jadi Spirit Semua Profesi




TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 11 tokoh muda nasional akan meramaikan Indonesian Young Leaders Forum (IYLF) 2011, Kamis (9/6/2011) di Ritz Carlton Jakarta. Rencananya 11 tokoh muda tersebut akan memberikan cerama dan berdialog dengan 1.000 pemimpin muda dari seluruh Tanah Air.

Ketua Umum BPP HIPMI Erwin Aksa mengatakan, salah satu tujuan acara ini adalah mengampanyekan pentingnya kewirausahaan di semua profesi.”Jadi, kewirausahaan itu bukan profesi tapi spirit bagi semua profesi. Tanpa kewirausahaan daya saing kita akan lemah,” ujar Erwin dalam siaran pers diterima Tribunnews.com di Jakarta, Sabtu (4/6/2011).
Erwin mencontohkan negara-negara maju sukses membangun daya saingnya sebab semua sektor diarahkan oleh nilai-nilai kewirausahaan seperti produktifitas, efisiensi, pelayanan, inovasi, sampai kreatifitas.

Sementara itu, Ketua Panitia IYLF 2011 Priamanaya mengatakan 11 tokoh tersebut merupakan tokoh-tokoh muda yang sukses menerapkan nilai-nilai kewirausahaan dalam profesi masing-masing. Itu sebabnya HIPMI menyediakan panggung bagi mereka untuk berbagi dengan 1000 pemimpin muda lainnya.
“Semua sudah konfirmasi dan ini pertama kali kita bisa mengumpulkan tokoh-tokoh muda dan ribuan pemimpin muda nasional,” ujar Pria. IYLF 2011 merupakan even kerjasama antara Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) dan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI).

Rencananya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan memberikan Presidential Lecture terkait kepemimpinan muda dan masa depan bangsa serta penguatan daya saing bangsa. Dikatakan Pria, selain Presiden, sebanyak 11 tokoh muda nasional akan membagikan pengalaman dan kunci sukses mereka dalam memimpin organisasi maupun perusahaan dibidang masing-masing.

“Para pembicara itu masing-masing dekan termuda dari FE UI Prof Firmansyah, Sandiaga S.Uno (Pendiri Recapital&Saratoga Group), Anindya Bakrie (Ketua Kadin), Mirza Adityaawara (Ekonom), Maruar Sirait (Ketua DPP PDI Perjuangan), Nurul Arifin (Politisi Golkar), Yenny Wahid (Putri Mantan Presiden RI Abdurahman Wahid), Putri Kuswisnu Wardani (Vice President Director PT Mustika Ratu Tbk), Jimmy Gani (CEO PT Sarina, Persero), Wanda Hamida (Politisi PAN), dan Joko Widodo (Wali Kota Solo).

Menurut Pria, gawean sehari ini merupakan upaya HIPMI dan Universitas Indonesia menkampanyekan wirausaha sekaligus menyatukan persepsi dan visi pemimpin muda menghadapi tantangan kepemimpinan ke depan. Pria memaparkan, HIPMI menilai pasokan pemimpin muda cukup banyak di “pasaran” baik di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.

“Bahkan, di private sektor, kita mengalami surplus. Namun kita juga masih prihatin sebab surplus pasokan pemimpin ini belum terlalu banyak membuahkan perubahan mendasar dan peningkatan daya saing sebagai suatu negara besar. Hal ini yang mendorong kita menggagas acara ini,” ucap Pria.

Senin, 17 Oktober 2011

Amerika Dukung Program Kewirausahaan Di IAIN Sumut

Medan ( Berita ) :  Amerika Serikat mendukung salah satu program kewirausahaan (entrepreneurship) yang dilakukan oleh mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatra Utara.
“Sejalan dengan itu Konsulat AS di Medan telah membuka Google Group di internet,” kata Pejabat Konsulat AS di Medan, Michael R Roussek di Medan, Rabu [09/09].
Hal ini, kata dia, agar mahasiswa dapat saling mendukung, tukar menukar informasi, membuka kesempatan dalam membangun kualitas SDM untuk jaringan kewirausahaan yang lebih luas.
Michael R Roussek mengatakan itu ketika menjadi pemateri dalam seminar internasional tentang Entrepreneur dengan tema “Entrepreneur in You” hasil kerja sama Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IAIN dan Slokantara Institut.
Lebih jauh ia mengatakan, demi mewujudkan entrepreneur-entrepreneur muda, Konsulat AS akan mendatangkan mentor ke kampus untuk melatih mahasiswa dan generasi muda mengenai kewirausahaan dan membuka jaringan yang lebih luas. “Kewirausahaan ini merupakan cara terbaik untuk mengatasi persoalan ekonomi global seperti penyerapan tenaga kerja dan juga pertumbuhan ekonomi global,” katanya.
Pemateri lainnya, Gary Gilbertson mengatakan, entrepreneurship merupakan mesin pertumbuhan ekonomi yang sesungguhnya dan dengan kewirausahaan ini diyakini mampu mengatasi persoalan ekonomi. “Konsep ekonomi yang baik adalah kerja sama kuat antara universitas bersama pemerintah dan usaha swasta,” katanya.
Ketua BEM IAIN Sumut, Taufik Umri, mengatakan, kegiatan ini untuk mengubah cara berpikir mahasiswa yang masih berorientasi menjadi PNS setelah tamat kuliah nantinya. “Kawan-kawan mahasiswa masih terlalu menganggap menjadi pegawai sebagai tujuan, padahal dengan memilih berwirausaha bisa menjadi lebih baik lagi,” katanya.
Menurut dia, kehadiran Gary Gilbertson diharapkan mampu memberi stimulan mengenai kewirausahaan itu apalagi selama ini masih ada stigma bahwa berwirausaha itu sulit. Taufik menjelaskan, Gary Gilbertson adalah seorang pemimpin bisnis yang sangat sukses di bidangnya.
Karir cemerlangnya dimulai  sebagai penemu bisnis manufakturing yang menggapai pendapatan lebih dari satu juta dolar dalam tahunnya yang pertama dan mendapat keuntungan yang lebih signifikan lagi pada tahun berikutnya.
Gary Gilbertson adalah seorang yang sederhana, selalu menghargai keunikan, potensial dan nilai dari setiap individu.
“Ia melihat kekuatan kesuksesan datang dari dahaga keingintahuannya, ketertarikannya pada pembelajaran dan juga kebijaksanaan dari mentor yang telah membantunya,” katanya. ( ant )

Minggu, 16 Oktober 2011


BANDUNG, itb.ac.id - Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) bekerja sama dengan Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) membuka program pascasarjana baru yaitu MBA in Creative and Cultural Entrepreneurship (MBA-CCE). Soft launching program ini diselenggarakan pada Sabtu, 28 Mei 2011 bertempat di Auditorium SBM kampus ITB.

"MBA ITB didirikan pada tahun 1990 untuk menghasilkan pemimpin yang beretika dan berjiwa kewirausahaan. Dibukanya program ini adalah salah satu langkah konkrit MBA ITB untuk berkontribusi kepada bangsa," ujar Reza A. Nasution (Ketua Program MBA) saat membuka acara ini.

Tujuan dari program ini adalah untuk mencetak entrepreneur-entrepreneur dan pelaku bisnis di bidang kreatif dan budaya. Disadari bahwa jumlah entrepreneur di Indonesia sangat minim dibandingkan dengan jumlah penduduknya. 

Banyak disebut bahwa jumlah entrepreneur di Indonesia hanya sekitar 0.18 persen, sedangkan negara dengan ekonomi kuat mensyaratkan jumlah entrepreneur minimal 2 persen. Harus ada usaha nyata untuk mencetak entrepreneur-entrepreneur baru. ITB mengambil peran dan tanggung jawab ini sebagai salah satu lembaga pendidikan tinggi di Indonesia yang kuat dalam sains, teknologi, seni, desain, dan bisnis.

Bidang kreatif dan budaya diambil dengan kesadaran bahwa masyarakat Indonesia sangat kreatif dan berbudaya tinggi. Keragaman seni dan budaya di Indonesia yang sangat unik dan tidak dapat ditemukan di negara lain. Dengan hadirnya program ini, diharapkan masyarakat Indonesia mampu menghasilkan dan mendapatkan nilai tambah tinggi bagi kemakmuran bangsa.

Program ini diperkuat dengan kerjasama antara dua lembaga yaitu Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) dan Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD), serta dengan Goldsmiths, University of London, Inggris. Selain akademisi, mahasiswa program ini akan diajar oleh para wirausaha yang unggul yang mampu membimbing mahasiswa untuk menjadi wirausaha baru. Pendekatan mentoring atau coaching dipercaya adalah cara terbaik mengembangkan wirausaha.

Beberapa mentor, para entrepreneur, yang telah bersedia untuk menjadi mentor atau coach dalam program ini termasuk: Raden Sirait, Garin Nugroho, Betti Alisjahbana, Tonton Taufik, Januar P. Ruswita, Felix Sadikin, Rahardjo Ramelan, Isti Dhaniswari, Budiono Kartohadiprodjo, Jubing Kristanto, Rudy Harjanto, Gagan Sugandi, Syauki, Yanti Isa, Ananda Buddhisuharto, Ben Wirawan, Feny Mustafa, Nyoman Nuarta, Yudistira, Made Tasya Nuarta, Perry Tristianto, M. Khirzan N. Noe'man, Dani A. Hamdani, Asty Ananta, Imelda Fransisca, Sari Wahjuni, Hariono, Benny S. Gunawan, S. W. Trenggono.

PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN

"Entrepreneur bukan berarti pedagang. Namun, mereka yang punya semangat untuk kreatif, inovatif, berani mengambil risiko, serta mampu mengubah ”sampah” menjadi ”emas”."

Awalnya memang dari gagasan pengusahaan papan atas Ciputra yang serius untuk menyebarluaskan semangat kewirausahaan atau entrepreneurship. Keyakinannya, bangsa ini bakal maju jika banyak orang berjiwa dan bersemangat entrepreneur
Entrepreneur bukan berarti pedagang. Namun, mereka yang punya semangat untuk kreatif, inovatif, berani mengambil risiko, serta mampu mengubah ”sampah” menjadi ”emas”.
Antonius Tanan, yang bekerja di Grup Ciputra sejak tahun 1987, dipercaya Ciputra untuk menyusun silabus serta mengembangkan entrepreneur atau kewirausahaan dalam pendidikan di Indonesia.
Ia sukses menerjemahkan pendidikan kewirausahaan di sekolah-sekolah di bawah naungan Grup Ciputra, mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Antonius yang kemudian diangkat sebagai Presiden Universitas Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC) mendampingi Ciputra melakukan road show ke sejumlah kota dan kampus di seluruh Indonesia untuk menyebarluaskan semangat kewirausahaan. Ia bertemu juga dengan pejabat tinggi pemerintah dan tokoh masyarakat untuk meyakinkan mereka pentingnya entrepreneurship bagi masa depan bangsa.
Kesibukan Antonius bersama Tim UCEC terus meluaskan kerja sama dengan beragam institusi guna menyebarluaskan pendidikan kewirausahaan. Dimulai dari Campus Entrepreneur Program di Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) September 2007, kemudian berlanjut ke Surabaya dan kota-kota lainnya di Tanah Air.
Diselenggarakan pula Training of Trainers untuk dosen-dosen kewirausahaan. Lalu, Training of Trainers Entrepreneurship Educator selama tiga bulan untuk mereka yang akan menjadi entrepreneur sekaligus pelatih atau pendidik entrepreneurship.
Di lingkungan keluarganya, Antonius Tanan juga menumbuhkan semangat kewirausahaan. Misalnya, anaknya yang masih sekolah dasar diminta untuk memberikan hadiah ulang tahun sesuatu yang tak ada di toko. Akhirnya, dengan kreativitasnya sendiri, anaknya menyusun sebuah lagu lengkap dengan aransemen musik ciptaannya sendiri.
Mengapa pendidikan kewirausahaan perlu dilakukan di Indonesia?
Saya sangat gelisah membayangkan anak-anak generasi sekarang kalau nanti 20 tahun lagi tidak mampu menciptakan pekerjaan bagi diri sendiri. Apakah semua orang akan jadi entrepreneur? Tentu tidak. Kalaupun mereka menjadi pegawai, akan menjadi pegawai yang baik. Karena pendidikan entrepreneurship mengajarkan inisiatif, kreatif, yang sifatnya holistik.
Tidak semua orang mau jadi pengusaha. Apa tetap perlu memperkenalkan pendidikan kewirausahaan lewat sekolah?
Saya melihat di masyarakat punya pandangan yang keliru tentang pendidikan entrepreneurship. Pertama, ada yang berkata kalau memasukkan pendidikan entrepreneurship berarti membuat kurikulum baru. Sebenarnya tidak perlu. Pendidikan entrepreneurship itu memperkaya dan mempertajam kurikulum yang sudah ada.
Kedua, ada juga anggapan mengajarkan entrepreneurship itu mengajarkan dagang. Itu terlalu sempit. Pendidikan entrepreneurship lebih luas dari itu. Ketiga, kita menganggap berpikir belajar entrepreneurship itu kalau sudah besar. Itu keliru. Benih-benih inspirasinya mesti dimulai sejak dari kecil. Ini bisa dimulai dari mengembangkan kreativitas.
Saya membayangkan dan merindukan Indonesia menciptakan produk-produk hebat setaraf Google, Microsoft, dan sebagainya. Tidak sekarang mungkin, tetapi benihnya kenapa enggak kita siapkan sekarang. Pendidikan kewirausahaan menuntut adanya kreativitas. Belajar jangan memori, tapi harus kreatif!
Bagaimana mewujudkan pendidikan entrepreneurship di Indonesia?
Ketika diminta menerapkan pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi dengan mendirikan Universitas Ciputra tahun 2006, buat saya masuk akal. Banyak perguruan tinggi bisnis, tetapi tidak mengajarkan secara spesifik masalah kewirausahaan.
Saat saya diminta mengajarkan kewirausahaan sejak dari taman kanak-kanak, saya gamang dan kaget. Apa mungkin? Saya coba cari informasi di internet.
Tahun 2006 saya ke Amerika Serikat. Saya kaget, ternyata ada konferensi di tentang pendidikan entrepreneurship untuk guru-guru di Arizona. Konferensi itu sudah yang ke-24. Tidak heran jika entrepreneur muda banyak lahir dari Amerika Serikat karena mereka mengembangkan entrepreneurship sudah sangat lama. Mereka kini tinggal memetik hasilnya.
Sebenarnya apa yang bisa didapat dari pendidikan entreprenership?
Di balik pendidikan kewirausahaan adalah kreativitas. Kita tahu, saat anak-anak mereka sangat kreatif. Namun saat mereka sekolah hingga selesai, kreativitas mereka hilang menjadi semangat pekerja. Di mana hilangnya? Tentu ada yang kurang dalam sistem pendidikan, lingkungan, serta kehidupan keluarga.
Bagaimana menjalankan pendidikan entrepreneurship di setiap level pendidikan?
Sebenarnya bisa dibuat strukturnya. Kalau di TK itu harus mulai pikirkan kreativitas. Kreativitas itu anugerah yang luar biasa. Hidup itu jauh lebih mudah kalau kita kreatif. Kreativitas mesti terpelihara. Di SD, anak-anak di-explor dengan beragam keunikan dan keberbakatan.
Di SMP diharapkan mereka sudah tahu keberbakatannya. Pada saat ini, pendidikan entrepreneurship bisa masuk ke life skill. Saat SMA keberbakatan itu sudah pernah dicoba di pasar. Kalau kita bisa gabungkan keberbakatan dan entreprenuership, itu powerful.
Bagaimana pengembangan pendidikan entrepreneurship ke depannya?
Lewat pendidikan kewirausahaan ini Pak Ciputra ingin lahir empat juta entrepreneur baru. Entrepreneur ini tersebar mulai dari pesisir sampai pegunungan, dari desa sampai kota besar, anak-anak semua kalangan. Jika entrepreneur sudah menjadi semangat bersama, yakinlah bangsa ini pasti akan maju.